Lambang Indonesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Lambang Negara Republik Indonesia
Garuda Pancasila |
|
Penjelasan |
Pemangku |
Republik Indonesia |
Sejak |
11 Februari 1950 |
Perisai |
Di bagian tengah Garuda, melambangkan Pancasila, ideologi nasional Indonesia |
Penopang |
Garuda (penopang tunggal) |
Semboyan |
Bhinneka Tunggal Ika |
Elemen |
Jumlah bulu Garuda melambangkan tanggal 17 Agustus 1945, hari kemerdekaan Republik Indonesia |
Penggunaan |
- Lambang Negara (contoh pada Paspor Indonesia dan dokumen resmi kenegaraan)
- sebagai lambang kenegaraan dan ideologi nasional
- penggunaan resmi kenegaraan lainnya |
Lambang negara Indonesia adalah
Garuda Pancasila dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika. Lambang negara
Indonesia berbentuk burung
Garuda
yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan (dari sudut pandang Garuda),
perisai berbentuk menyerupai jantung yang digantung dengan rantai pada
leher Garuda, dan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Lambang ini dirancang oleh
Sultan Hamid II dari
Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden
Soekarno, dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang Kabinet
Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950.
Lambang negara Garuda Pancasila diatur penggunaannya dalam
Peraturan Pemerintah No. 43/1958.
[1]
Sejarah
Rancangan awal Garuda Pancasila oleh Sultan Hamid II masih menampilkan bentuk tradisional Garuda yang bertubuh manusia.
Garuda Pancasila yang diresmikan penggunaannya pada 11 Februari 1950, masih tanpa jambul dan posisi cakar di belakang pita.
Garuda, kendaraan (
wahana)
Wishnu tampil di berbagai
candi kuno di Indonesia, seperti
Prambanan,
Mendut,
Sojiwan,
Penataran, Belahan,
Sukuh dan
Cetho dalam bentuk relief atau
arca. Di
Prambanan
terdapat sebuah candi di muka candi Wishnu yang dipersembahkan untuk
Garuda, akan tetapi tidak ditemukan arca Garuda di dalamnya. Di candi
Siwa Prambanan terdapat relief episode
Ramayana yang menggambarkan keponakan
Garuda yang juga bangsa dewa burung,
Jatayu, mencoba menyelamatkan
Sinta dari cengkeraman
Rahwana. Arca anumerta
Airlangga
yang digambarkan sebagai Wishnu tengah mengendarai Garuda dari Candi
Belahan mungkin adalah arca Garuda Jawa Kuna paling terkenal, kini arca
ini disimpan di
Museum Trowulan.
Garuda muncul dalam berbagai kisah, terutama di
Jawa dan
Bali.
Dalam banyak kisah Garuda melambangkan kebajikan, pengetahuan,
kekuatan, keberanian, kesetiaan, dan disiplin. Sebagai kendaraan Wishnu,
Garuda juga memiliki sifat Wishnu sebagai pemelihara dan penjaga
tatanan alam semesta. Dalam tradisi Bali, Garuda dimuliakan sebagai
"Tuan segala makhluk yang dapat terbang" dan "Raja agung para burung".
Di Bali ia biasanya digambarkan sebagai makhluk yang memiliki kepala,
paruh, sayap, dan cakar
elang,
tetapi memiliki tubuh dan lengan manusia. Biasanya digambarkan dalam
ukiran yang halus dan rumit dengan warna cerah keemasan, digambarkan
dalam posisi sebagai kendaraan Wishnu, atau dalam adegan pertempuran
melawan
Naga.
Posisi mulia Garuda dalam tradisi Indonesia sejak zaman kuna telah
menjadikan Garuda sebagai simbol nasional Indonesia, sebagai perwujudan
ideologi
Pancasila. Garuda juga dipilih sebagai nama maskapai penerbangan nasional Indonesia
Garuda Indonesia. Selain Indonesia,
Thailand juga menggunakan Garuda sebagai
lambang negara.
Setelah
Perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1949, disusul pengakuan kedaulatan Indonesia oleh
Belanda melalui Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949, dirasakan perlunya Indonesia (saat itu
Republik Indonesia Serikat) memiliki
lambang negara.
Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia
Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio
Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis
Muhammad Yamin sebagai ketua,
Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan
RM Ng Poerbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah
Lambang Garuda juga digunakan di jersey Tim Nasional Sepak Bola Indonesia
Merujuk keterangan
Bung Hatta
dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang
Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua
rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M
Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah
rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan
sinar-sinar matahari yang menampakkan
pengaruh Jepang.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan
Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta,
terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Mereka
bertiga sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula
adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan
"Bhineka Tunggal Ika".Tanggal 8 Februari 1950, rancangan lambang negara
yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden
Soekarno. Rancangan lambang negara tersebut mendapat masukan dari
Partai Masyumi
untuk dipertimbangkan kembali, karena adanya keberatan terhadap gambar
burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan
dianggap terlalu bersifat mitologis.
[2]
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara
yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga
tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila.
Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet
RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam
bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI
menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya
diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11
Februari 1950.
[3]
Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih
"gundul" dan tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini. Presiden
Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara
itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari
1950.
Soekarno terus memperbaiki bentuk Garuda Pancasila. Pada tanggal 20
Maret 1950 Soekarno memerintahkan pelukis istana, Dullah, melukis
kembali rancangan tersebut; setelah sebelumnya diperbaiki antara lain
penambahan "jambul" pada kepala Garuda Pancasila, serta mengubah posisi
cakar kaki yang mencengkram pita dari semula di belakang pita menjadi di
depan pita, atas masukan Presiden Soekarno. Dipercaya bahwa alasan
Soekarno menambahkan jambul karena kepala Garuda gundul dianggap terlalu
mirip dengan
Bald Eagle,
Lambang Amerika Serikat.
[4]
Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan
bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran
dan tata warna gambar lambang negara. Rancangan Garuda Pancasila
terakhir ini dibuatkan patung besar dari bahan perunggu berlapis emas
yang disimpan dalam Ruang Kemerdekaan
Monumen Nasional sebagai acuan, ditetapkan sebagai lambang negara Republik Indonesia, dan desainnya tidak berubah hingga kini.